Tengku Zul: Kalau Semua Ukurannya Duit, Pelacuran Akan Diberi Izin, Apa Bedanya Negara Pancasila?
Kamis, 04-Maret-2021 17:25

JAKARTA, NETRALNEWS.COM - Mantan Wasekjen MUI, Tengku Zulkarnain berharap agar segenap bangya tidak mengukur segalanya dengan duit. Sebab, bila ukuran duit pelacuran hingga perjudian bisa diizinkan dan apa arti negara Pancasila?
"Kalau semua ukurannya adalah duit, maka lama lama bukan hanya miras, tapi pelacuran dan perjudian akan diberi izin dikelola secara profesional," kata Zul, Kamis (4/3/21).
"Terus apa bedanya negara Pancasila yg religious dengan negara atheis anti Tuhan dan sekuler anti Agama? Ya, kan?" imbuhnya.
Sementara secara terpisah diberitakan sebelumnya, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyatakan aturan investasi minuman keras (miras) di dalam Perpres No. 10 Tahun 2021 merupakan masukan dari pemerintah daerah dan masyarakat yang daerahnya selama ini memproduksi miras lokal.
- MUI Sayangkan Ceramah Tengku Zul Soal Warna Kulit, Muannas Singgung 'Manusia Kardus' Yahya Waloni
- Soal Ceramah TZ 'Orang Hitam Tak Boleh Masuk Surga', Muannas: Beragama Kayak Anak Kecil...
- Soal 'Orang Hitam Tak Boleh Masuk Surga', TZ Balas Netizen: Hanya PKI yang Suka Fitnah
- TZ Sebut Orang Hitam tak Boleh Masuk Surga, Eko: Dibandingkan Bilal Zaman Rasulullah, Posisi TZ Ini Bagaikan Langit dan Comberan...
Usulan pembukaan investasi miras itu kemudian dituangkan dalam lampiran peraturan tersebut dalam Perpres Nomor 10 Tahun 2021. Sehingga, kata Bahlil, salah satu pertimbangan investasi miras dibuka di empat provinsi, yaitu Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Utara, dan Papua, yakni demi kearifan lokal wilayah tersebut.
"Salah satu pertimbangan pemikiran kenapa ini (izin investasi dibuka) untuk di beberapa provinsi itu saja karena memang di daerah itu ada kearifan lokal," ujar Bahlil dilansir dari Tribunnews.com, Rabu (3/3/2021).
"Jadi dasar pertimbangannya itu adalah memperhatikan masukan dari pemerintah daerah dan masyarakat setempat terhadap kearifan lokal," kata dia lagi.
Bahlil mengatakan, salah satu contohnya yakni sopi, minuman beralkohol khas NTT. Menurut dia, minuman tersebut memiliki nilai ekonomi tinggi tetapi tidak bisa didorong menjadi industri besar karena masuk kategori terlarang.
Contoh lainnya, lanjut Bahlil, yaitu arak lokal Bali yang berkualitas ekspor.
"Itu akan ekonomis kalau itu dibangun berbentuk industri. Tapi kalau dibangun sedikit-sedikit apalagi itu dilarang, maka tidak mempunyai nilai ekonomi. Itulah kemudian kenapa dikatakan bahwa memperhatikan budaya dan kearifan setempat," imbuh dia.
Reporter : Taat Ujianto
Editor : Taat Ujianto
Tag